5 Kaedah Mengenal Madzhab Kaum Musyrikin
Nama eBook: 5 Kaedah Mengenal Madzhab Kaum Musyrikin
Penulis: Ustadz Abu Zahroh Al-Anwar
Alhamdulillah, sholawat dan saiarn senantiasa tercurah bagi Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan pengikut setia mereka di dalam kebajikan hingga mendekati hari pembalasan, Amma ba’du.
Ketahuilah, bahwasanya agama Nabi Ibrohim ‘alaihissalam adalah mengikhlaskan peribadatan hanya kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata dan meninggalkan kesyirikan. Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrohim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Alloh. (QS. an-Nahl ayat [16]: 123)
Betapa penting landasan tauhid pada setiap amalan hamba dan betapa besar bahaya kesyirikan apabila dia bercampur dan mengotori suatu amalan, hingga dapat menghancurkan amalan itu bahkan menjadikan pelakunya kekal abadi di dalam neraka. Karena hal inilah, maka mengetahui tentang kesyirikan sangatlah penting, bahkan lebih penting dari pengetahuan dan keilmuan tentang sholat, zakat, puasa, haji dan peribadatan-peribadatan yang lain. Dengan mengetahui kesyirikan tersebut, seseorang akan selamat dari jaring-jaring kesyirikan dengan izin Alloh.
Di dalam al-Qur’an terdapat lima kaidah agung untuk mengenali kesyirikan orang-orang musyrikin. Dengan memahami kaidah-kaidah tersebut, seseorang akan mengetahui dengan jelas hakekat kesyirikan dan selanjutnya akan dapat melepaskan serta menjaga diri dari jerat jaring-jaring kesyirikan.
Berikut ini eBook yang menguraikan tentang lima kaidah tersebut, semoga dengannya kita mendapatkan petunjuk jalan yang lurus dan mendapatkan lentera yang terang benderang untuk membedakan antara ketauhidan dan kesyirikan.
Kapan Seseorang Keluar Dari Ahlus Sunnah
Nama eBook: Kapan Seseorang Keluar Dari Ahlus Sunnah
Penulis: Syaikh Dr. Ahmad Muhammad Shadiq An Najjar
Pengantar:
الحمد الله وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، أما بعد
Mengeluarkan seorang muslim dari Ahlusssunnah adalah perkara yang sangat berat, ia perlu pemahaman yang mendalam terhadap kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama, kemudian kaedah umum kadang tidak bisa diterapkan kepada Individu, dan orang yang berkata haruslah orang yang berilmu tentang ini.
Buku ini tidak terlalu tebal namun penuh dengan uraian yang bermanfaat, bersumber dari al-Qur’an, Hadits dan perkataan para Ulama, isi buku ini adalah:
Sambutan Syikh Dr. Shalih bin Sa’ad As Suhaimi
Sambutan Syikh Dr. Sulaiman bin Salimullah Ar Ruhaili
Muqaddimah
Bagian Pertama: Pokok yang Membedakan Para Imam Salaf dan Selain Mereka, Serta Hukum Bagi yang Menyelisihinya
Bagian Kedua: Hukum Terkait Perorangan Bagi yang Menyelisihi Pokok Aqidah Salaf
Penutup
Dibagaian penutup penulis berkata: “…Dan aku telah curahkan usahaku untuk menyusunnya secara ringkas sesuai dengan kaidah-kaidah para ulama. Aku akan sebutkan di sini kaidah-kaidah penting yang disarikan dari pembahasan ini, sebagaimana berikut ini:
Kaidah pertama: Mashdar talaqqi atau sumber pengambilan agama menurut para imam salaf: Al Quran dan Sunnah serta Ijma’.
Kaidah kedua: Setiap orang yang menyelisihi salaf dalam mashdar talaqqi maka dia termasuk pengikut hawa nafsu dan ahlul bid’ah.
Kaidah ketiga: Tidak ada ijma’ yang terukur kecuali yang menjadi kesepakatan tiga generasi terbaik yang pertama.
Kaidah keempat: Pondasi dari Al Jama’ah yaitu berpegang teguh dengan jalan para sahabat Nabi – radhiyallahu ‘anhum-.
Kaidah kelima: Setiap perkara yang masyhur kesesuaiannya dengan Al Quran dan Sunnah serta Ijma’, maka ia termasuk pokok di antara pokok-pokok aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Kaidah keenam: Penyelisihan satu di antara sekian pokok aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah kebid’ahan.
Kaidah ketujuh: Berpendapat dengan pendapat yang dikenal populer sebagai sesuatu yang menyelisihi Al Quran dan Sunnah serta Ijma’, adalah kebid’ahan.
Kaidah kedelapan: Person tertentu boleh jadi terlepas dari vonis mubtadi’ secara hukum asalnya, disebabkan ketiadaan syarat atau keberadaan faktor penghalang, meskipun ada faktor pendorong untuk itu.