FATWA
BEDAH MAYAT
Segala puji bagi Allah saja dan shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi terakhir Muhammad صلى الله عليه وسلم dan keluarga serta para pengikutnya.
Amma ba’du,
Majlis di Majma’ Fikih Islami dibawah Rabithah al-Alam al-lslami (Liga Muslim Dunia) dalam muktamarnya kesepuluh yang diadakan di Makkah Mukarramah dalam waktu dari hari Sabtu, 24 Shafar 1408 H atau 17 Oktober 1987 M sampai hari Rabu, 28 Shafar 1408 H atau 21 Oktober 1987 M telah meneliti permasalahan pembedahan mayat, dan setelah diskusi dan tukar pendapat memutuskan ketetapan sebagai berikut:
Berdasarkan dharurat yang dibutuhkan dalam pembedahan mayat dan pembedahan ini menjadi mashlahat yang mengalahkan mafsadat pelanggaran kemuliaan mayat manusia.
Majlis Majma’ fikih Islami dibawah lembaga Rabithah al-Alam al-lslami (Liga Muslim Dunia) menetapkan sebagai berikut:
Pertama, boleh membedah mayat untuk satu diantara tujuan berikut:
- Otopsi (penelitian) dalam tuduhan pembunuhan (kriminal) untuk mengetahui sebab kematian atau kriminal yang terjadi. Hal itu jika hakim (al-Qadhi) tidak bisa menetapkan secara pasti sebab kematian, dan nampak jelas pembedahan terhadap mayit adalah cara untuk mengetahui sebab-sebab tersebut.
- Penelitian penyakit yang menuntut adanya pembedahan untuk dijadikan sebagai bahan terapi pencegahan dan terapi pengobatan yang tepat sesuai dengan penyakit tersebut.
- Pendidikan medis dan pembelajarannya sebagaimana terdapat dalam kuliah kedokteran.
Kedua, keputusan tentang pembedahan untuk tujuan pembelajaran harus memperhatikan batasan-batasan berikut:
- Apabila jenazah itu dikenal, maka pembedahan boleh dilakukan dengan syarat sudah mendapatkan ijin dari orang tersebut sejak sebelum matinya atau mendapatkan ijin dari ahli warisnya sepeninggal orang tersebut. Tidak selayaknya membedah mayat yang jiwanya dilindungi syariat kecuali dalam keadaan darurat.
- Wajib membatasi pembedahan pada batas darurat saja agar tidak mempermainkan tubuh mayat tersebut secara sia-sia.
- Tubuh mayat wanita tidak boleh dilakukan pembedahan kecuali oleh dokter-dokter wanita kecuali apabila tidak ada.
Ketiga, pada semua keadaan ini, anggota tubuh yang sudah dibedah diwajibkan untuk dikuburkan.
Semoga shalawat dan salam yang banyak dilimpahkan kepada Sayyidina Muhammad dan keluarga serta para pengikutnya.
Alhamdulillahi Rabbil Alamin.
Yang menandatangani:
- Abdul-‘Aziz bin Abdillah bin Baz (Ketua).
- Dr. Abdullah bin Umar Nashif (Wakil Ketua).
- Abdullah bin Abdur-Rahman al-Basam (Anggota).
- Muhammad bin Jubair (Anggota).
- Dr. Bakr Abu Zaid (Anggota); menyelisihi keputusan, beliau berkata: “Saya tidak setuju diperbolehkannya membedah mayat muslim untuk pembelajaran dan penelitian penyakit”.
- Mushthafa Ahmad az-Zarqa` (Anggota).
- Muhammad bin Abdullah bin Sabil (Anggota).
- Shalih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan (Anggota); beliau berkata: “Saya tidak setuju pembedahan mayat muslim untuk tujuan pembelajaran kedokteran dan saya memiliki kritikan rinci seputar masalah ini”.
- Muhammad Mahmud ash-Shawaf (Anggota).
- Abul-Hasan Ali al-Hasani an-Nadawi (Anggota).
- Muhammad Rasyid Qubani (Anggota).
- Dr. Ahmad Fahmi Abu Sunnah (Anggota).
- Abu Bakar Juumi (Anggota).
- Muhammad asy-Syadzali an-Naifar (Anggota).
- Muhammad al-Habib bin al-Khaujah (Anggota).
- Mabruk bin Mas’ud al-‘Awadi (Anggota).
- Muhammad bin Saalim bin Abdulwadud (Anggota).
- Dr. Thalal Umar Bafaqih (Penetap Keputusan Majlis al-Majma’ al-Fiqh al-islami)
Tidak hadir dalam pertemuan ini: Dr. Yusuf al-Qardhawi, Syaikh Shalih bin Utsaimin, Syaikh Abdu Qadus al-Hasyimi, Mahmud Syit Khathab, Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf, dan Syaikh Mabruk Mas’ud al-‘Awadi.[]
Disalin dari Majalah as-Sunnah No.12/ Thn.XVI, Jumadil Awwal 1434 H/ 2013M, hal. 47-48.
Download: