Aqidah Imam Syafi’i Rahimahullah
Nama Ebook: Kemilau Indah Aqidah Imam asy-Syafi’i
Penyusun: Ustadz Abu Ubaidah as-Sidawi
Diantara ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah yang lurus Aqidahnya adalah Imam Syaf’i rahimahullah yang dikenal semangat mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah dan berjalan meniti jalan salaf shalih baik dalam aqidah, ibadah maupun akhlak.
Oleh karana itu pengikut sejati imam Syafi’i adalah orang orang yang mengikuti mazhab beliau dalam permasalahan ushuluddin (akidah) dan permasalahan fiqih dan tidak membedakan antara keduannya.
Buku ini meluruskan klaim kebanyakan orang yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Syafi’i dalam fiqih, tetapi dalam aqidah berpaham Asy’ari, karena ini termasuk kontradiksi yang amat nyata, sebab Imam Syafi’i tidak pernah berpaham Asy’ariyyah, bahkan beliau adalah seorang salaf yang mengikuti dalil, baik dalam masalah aqidah dan lainnya. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla merahmati Imam Abul Mudhoffar as-Sam’ani asy-Syafi’i tatkala mengatakan: “Tidak pantas bagi seorang untuk membela Madzhab Syafi’i dalam masalah fiqih, tetapi tidak mengikutinya dalam masalah ushul (pokok-pokok aqidah)”.
Ushulus Sunnah wa I’tiqad Dien
Abul-Qaasim Al-Laalikaa’iy rahimahullah berkata:
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُظَفَّرِ الْمُقْرِئُ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَبَشٍ الْمُقْرِئُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي حَاتِمٍ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبِي وَأَبَا زُرْعَةَ عَنْ مَذَاهِبِ أَهْلِ السُّنَّةِ فِي أُصُولِ الدِّينِ، وَمَا أَدْرَكَا عَلَيْهِ الْعُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ، وَمَا يَعْتَقِدَانِ مِنْ ذَلِكَ، فَقَالا: أَدْرَكْنَا الْعُلَمَاءَ فِي جَمِيعِ الأَمْصَارِ حِجَازًا وَعِرَاقًا وَشَامًا وَيَمَنًا فَكَانَ مِنْ مَذْهَبِهِمُ:
الإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ،
وَالْقُرْآنُ كَلامُ اللَّهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ بِجَمِيعِ جِهَاتِهِ،
وَالْقَدَرُ خَيْرُهُ وَشَرُّهُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَخَيْرُ هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، ثُمَّ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، ثُمَّ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ عَلَيْهِمُ السَّلامُ، وَهُمُ الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ الْمَهْدِيُّونَ،
وَأَنَّ الْعَشَرَةَ الَّذِينَ سَمَّاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَشَهِدَ لَهُمْ بِالْجَنَّةِ عَلَى مَا شَهِدَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَقَوْلُهُ الْحَقُّ،
وَالتَّرَحُّمُ عَلَى جَمِيعِ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ وَالْكَفُّ عَمَّا شَجَرَ بَيْنَهُمْ،
وَأَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى عَرْشِهِ بَائِنٌ مِنْ خَلْقِهِ كَمَا وَصَفَ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ، وَعَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ ﷺ بِلا كَيْفٍ، أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا، لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير،
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Mudhaffar Al-Muqri’, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Muhammad bin Habasy Al-Muqri’, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdurrahmaan bin Abi Haatim, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada ayahku (Abu Haatim Ar-Raaziy) dan Abu Zur’ah tentang madzhab Ahlus-Sunnah dalam Ushuuluddiin (pokok-pokok agama), serta apa yang mereka dapatkan dari para ulama yang mereka jumpai di berbagai kota dan apa yang mereka yakini tentang hal tersebut. Mereka berdua berkata: “Kami telah berjumpa dengan para ulama di seluruh kota baik di Hijaaz, ‘Iraaq, Syam, dan Yaman, maka diantara madzhab yang mereka anut adalah :
- Iman itu perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang.
- Al-Qur’an adalah Kalaamullah, bukan makhluk dari semua sisinya.
- Takdir yang baik dan yang buruk berasal dari Allah ‘Azza wa Jalla.
- Sebaik-baik umat sepeninggal Nabi ﷺ adalah Abu Bakr Ash-Shiddiiq, lalu ‘Umar bin Al-Khaththaab, lalu ‘Utsmaan bin ‘Affaan, lalu ‘Aliy bin Abi Thaalib ‘alaihimis-salaam. Mereka adalah Khulafaaur-Raasyidiin yang terbimbing.
- Dan bahwasannya sepuluh orang shahabat yang disebutkan Rasulullah ﷺ dan dipersaksikan masuk surga adalah sesuai dengan yang dikatakan oleh Rasulullah ﷺ, dan perkataan beliau ﷺ tersebut adalah benar.
- Mendoakan rahmat kepada seluruh shahabat Muhammad ﷺ dan menahan diri untuk tidak membicarakan perselisihan yang terjadi di antara mereka.
- Dan bahwasannya Allah ‘Azza wa Jalla berada di atas ’Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya sebagaimana yang Ia sifatkan diri-Nya dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya ﷺ, tanpa menanyakan ‘bagaimana’, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Asy-Syuuraa : 11).
وَأَنَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُرَى فِي الآخِرَةِ، يَرَاهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ بِأَبْصَارِهِمْ وَيَسْمَعُونَ كَلامَهُ كَيْفَ شَاءَ وَكَمَا شَاءَ،
وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَهُمَا مَخْلُوقَتانِ لا يَفْنَيَانِ أَبَدًا، وَالْجَنَّةُ ثَوَابٌ لأَوْلِيَائِهِ، وَالنَّارُ عِقَابٌ لأَهْلِ مَعْصِيَتِهِ إِلا مَنْ رَحِمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ،
وَالصِّرَاطُ حَقٌّ،
وَالْمِيزَانُ حَقٌّ، لَهُ كِفَّتَانِ، تُوزَنُ فِيهِ أَعْمَالُ الْعِبَادِ حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا حَقٌّ،
وَالْحَوْضُ الْمُكْرَمُ بِهِ نَبِيُّنَا حَقٌّ،
وَالشَّفَاعَةُ حَقٌّ،
وَالْبَعْثُ مِنْ بَعْدِ الْمَوْتِ حَقٌّ،
وَأَهْلُ الْكَبَائِرِ فِي مَشِيئَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ،
وَلَا نُكَفِّرُ أَهْلَ الْقِبْلَةِ بِذُنُوبِهِمْ، وَنَكِلُ أَسْرَارَهُمْ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ،
وَنُقِيمُ فَرْضَ الْجِهَادِ وَالْحَجِّ مَعَ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ دَهْرٍ وَزَمَانٍ،
وَلا نَرَى الْخُرُوجَ عَلَى الأَئِمَّةِ وَلا الْقِتَالَ فِي الْفِتْنَةِ، وَنَسْمَعُ وَنُطِيعُ لِمَنْ وَلاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَمْرَنَا وَلا نَنْزِعُ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ، وَنَتَّبِعُ السُّنَّةَ وَالْجَمَاعَةَ، وَنَجْتَنِبُ الشُّذُوذَ وَالْخِلافَ وَالْفُرْقَةَ،
فَإِنَّ الْجِهَادَ مَاضٍ مُنذُ بَعَثَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ نَبِيَّهُ عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامِ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ مَعَ أُولِي الأَمْرِ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ لا يُبْطِلُهُ شَيْءٌ،
وَالْحَجُّ كَذَلِكَ، وَدَفْعُ الصَّدَقَاتِ مِنَ السَّوَائِمِ إِلَى أُولِي الأَمْرِ مِنْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ،
- Dan bahwasannya Allah Tabaaraka wa Ta’ala dapat dilihat kelak di akhirat, dilihat oleh penduduk surga dengan mata kepala mereka, dan mereka pun mendengar perkataan-Nya ‘Azza wa Jalla sebagaimana yang Ia kehendaki dan seperti yang Ia kehendaki.
- Surga itu benar (haq) dan neraka juga benar (haq). Keduanya adalah makhluk Allah yang akan kekal selamanya. Surga adalah balasan bagi para wali-Nya, sedangkan neraka adalah hukuman bagi para pelaku maksiat kecuali yang diberikan rahmat (diampuni) oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
- Ash-shiraath itu benar (haq).
- Miizaan itu benar (haq). Ia memiliki dua daun timbangan yang akan menimbang amalan baik dan buruk para hamba adalah benar.
- Haudh (Telaga) yang merupakan pemuliaan bagi Nabi kita ﷺ adalah benar (haq).
- Syafa’at adalah benar (haq).
- Kebangkitan (kelak di hari kiamat) setelah kematian adalah benar (haq).
- Para pelaku dosa besar berada di dalam kehendak Allah ‘Azza wa Jalla (apakah Ia berkehendak mengampuninya ataukah memberikan adzab/hukuman kepadanya – Abul-Jauzaa’).
- Kami tidak mengkafirkan kaum muslimin dengan sebab dosa-dosa yang mereka lakukan, dan kami menyerahkan urusan batin mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
- Dan kami menegakkan kewajiban jihad dan haji bersama para pemimpin kaum muslimin di setiap masa dan zaman.
- Dan kami memandang tidak bolehnya keluar dari ketaatan (memberontak) kepada para pemimpin (kaum muslimin) dan mengobarkan peperangan di masa fitnah. Kami senantiasa mendengar dan taat kepada orang yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kekuasaan untuk mengatur urusan kami. Kami tidak akan melepaskan tangan kami dari ketaatan. Kami mengikuti sunnah dan jama’ah, serta menjauhkan diri dari keganjilan, penyelisihan, dan perpecahan.
- Sesungguhnya jihad tetap eksis sejak Allah ‘Azza wa Jalla utus Nabi-Nya ﷺ hingga hari kiamat, dilakukan bersama ulil-amri (pemerintah) dari kalangan para pemimpin kaum muslimin, tidak akan dibatalkan oleh sesuatupun.
- Begitu juga dengan haji dan penunaian zakat hewan ternak saaimah (yang digembalakan mencari makanan sendiri di alam bebas atau padang rumput – Abul-Jauzaa’) kepada ulil-amri (pemerintah) dari kalangan para pemimpin kaum muslimin.
وَالنَّاسُ مُؤَمَّنُونَ فِي أَحْكَامِهِمْ وَمَوَارِيثِهِمْ، وَلا نَدْرِي مَا هُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ،
فَمَنْ قَالَ: إِنَّهُ مُؤْمِنٌ حَقًّا فَهُوَ مُبْتَدِعٌ، وَمَنْ قَالَ: هُوَ مُؤْمِنٌ عِنْدَ اللَّهِ فَهُوَ مِنَ الْكَاذِبِينَ، وَمَنْ قَالَ: هُوَ مُؤْمِنٌ بِاللَّهِ حَقًّا فَهُوَ مُصِيبٌ،
وَالْمُرْجِئَةُ وَالْمُبْتَدِعَةُ ضُلالٌ،
وَالْقَدَرِيَّةُ الْمُبْتَدِعَةُ ضُلالٌ،
فَمَنْ أَنْكَرَ مِنْهُمْ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لا يَعْلَمُ مَا لَمْ يَكُنْ قَبْلَ أَنْ يَكُونَ فَهُوَ كَافِرٌ،
وَأَنَّ الْجَهْمِيَّةَ كُفَّارٌ،
وَأَنَّ الرَّافِضَةَ رَفَضُوا الإِسْلامَ،
وَالْخَوَارِجَ مُرَّاقٌ،
وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الْقُرْآنَ مَخْلُوقٌ فَهُوَ كَافِرٌ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ كُفْرًا يَنْقُلُ عَنِ الْمِلَّةِ. وَمَنْ شَكَّ فِي كُفْرِهِ مِمَّنْ يَفْهَمُ فَهُوَ كَافِرٌ،
وَمَنْ شَكَّ فِي كَلامِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَوَقَفَ شَاكًّا فِيهِ يَقُولُ: لا أَدْرِي مَخْلُوقٌ أَوْ غَيْرُ مَخْلُوقٍ فَهُوَ جَهْمِيٌّ،
وَمَنْ وَقَفَ فِي الْقُرْآنِ جَاهِلا عُلِّمَ وَبُدِّعَ وَلَمْ يُكَفَّرْ،
وَمَنْ قَالَ: لَفْظِي بِالْقُرْآنِ مَخْلُوقٌ فَهُوَ جَهْمِيٌّ أَوِ الْقُرْآنُ بِلَفْظِي مَخْلُوقٌ فَهُوَ جَهْمِيٌّ،
- Manusia pada asalnya adalah orang-orang beriman (mukmin) dalam hukum-hukum dan pewarisan mereka, sedangkan di sisi Allah ‘Azza wa Jalla kami tidak mengetahuinya.
- Barangsiapa berkata: ‘Sesungguhnya orang itu mukmin sejati/sebenar-benarnya’, maka ia adalah mubtadi’. Barangsiapa berkata: ‘Orang itu mukmin di sisi Allah’, maka ia termasuk orang-orang yang berdusta. Barangsiapa berkata: ‘Orang itu beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya’, maka ia benar.
- Murji’ah adalah mubtadi’ (ahli bid’ah) yang sesat.
- Qadariyyah adalah mubtadi’ yang sesat.
- Maka barangsiapa diantara mereka yang mengingkari, yaitu: Bahwasannya Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengetahui apa yang akan terjadi sebelum terjadi, maka ia kafir.
- Jahmiyyah adalah kafir.
- Raafidlah (Syi’ah), mereka itu menolak Islam.
- Khawaarij itu murraaq (orang-orang yang telah keluar dari agama).
- Barangsiapa yang menyangka Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia kafir terhadap Allah yang Maha Agung dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama. Barangsiapa paham namun ragu-ragu akan kekafirannya, maka ia pun kafir.
- Barangsiapa yang ragu-ragu tentang Kalamullah ‘Azza wa Jalla, lalu ia abstain karena ragu dalam hal tersebut seraya berkata : ‘Aku tidak tahu apakah Al-Qur’an adalah makhluk atau bukan makhluk’, maka ia adalah Jahmiy (penganut paham Jahmiyyah).
- Barangsiapa yang abstain dalam permasalahan Al-Qur’an karena kejahilan, maka ia diajari dan dibid’ahkan tanpa dikafirkan.
- Barangsiapa yang berkata : ‘Lafadh Al-Qur’anku adalah makhluk’, maka ia Jahmiy. Atau ia mengatakan : ‘Al-Qur’an dengan lafadhku adalah makhluk’, maka ia Jahmiy.
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ: وَسَمِعْتُ أَبِي، يَقُولُ: وَعَلامَةُ أَهْلِ الْبِدَعِ الْوَقِيعَةُ فِي أَهْلِ الأَثَرِ، وَعَلامَةُ الزَّنَادِقَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ حَشْوِيَّةً يُرِيدُونَ إِبْطَالَ الآثَارِ.
وَعَلامَةُ الْجَهْمِيَّةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ مُشَبِّهَةً،
وَعَلامَةُ الْقَدَرِيَّةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ الأَثَرِ مُجَبِّرَةً.
وَعَلامَةُ الْمُرْجِئَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ مُخَالِفَةً وَنُقْصَانِيَّةً.
وَعَلامَةُ الرَّافِضَةِ تَسْمِيَتُهُمْ أَهْلَ السُّنَّةِ نَاصِبَةً.
وَلا يَلْحَقُ أَهْلَ السُّنَّةِ إِلا اسْمٌ وَاحِدٌ وَيَسْتَحِيلُ أَنْ تَجْمَعَهُمْ هَذِهِ الأَسْمَاءُ “
Abu Muhammad (Ibnu Abi Haatim) berkata: Aku mendengar ayahku (Abu Haatim Ar-Raaziy) berkata: “Tanda Ahlul-Bid’ah adalah mencela Ahlul-Atsar. Tanda orang-orang Zanaadiqah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah sebagai Hasyawiyyah karena mereka ingin membatalkan atsar-atsar.
Tanda orang-orang Jahmiyyah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Musyabbihah.
Tanda orang-orang Qadariyyah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Mujabbirah.
Tanda orang-orang Murji’ah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Mukhaalifah (orang yang selalu mempertentangkan) dan Nuqshaaniyyah (orang yang kurang dalam imannya).
Tanda orang-orang Raafidlah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus-Sunnah dengan Naashibah (pembenci ahlul-bait Nabi ﷺ).
Dan tidaklah didapatkan pada Ahlus-Sunnah kecuali hanya satu nama, sehingga mustahil nama-nama ini terkumpul pada mereka (Ahlus-Sunnah).
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ، وَسَمِعْتُ أَبِي، وَأَبَا زُرْعَةَ يَأْمُرَانِ بِهِجْرَانِ أَهْلِ الزَّيْغِ وَالْبِدَعِ، يُغَلِّظَانِ فِي ذَلِكَ أَشَدَّ التَّغْلِيظِ، وَيُنْكِرَانِ وَضْعَ الْكُتُبِ بِرَأْيٍ فِي غَيْرِ آثَارٍ، وَيَنْهَيَانِ عَنْ مُجَالَسَةِ أَهْلِ الْكَلامِ وَالنَّظَرِ فِي كُتُبِ الْمُتَكَلِّمِينَ، وَيَقُولانِ لا يُفْلِحُ صَاحِبُ كَلامٍ أَبَدًا
قَالَ أَبُو مُحَمَّدٍ ” وَبِهِ أَقُولُ أَنَا “.
وَقَالَ أَبُو عَلِيِّ بْنُ حُبَيْشٍ الْمُقْرِئُ: ” وَبِهِ أَقُولُ “.
قَالَ شَيْخُنَا ابْنُ الْمُظَفَّرِ: ” وَبِهِ أَقُولُ “.
وَقَالَ شَيْخُنَا يَعْنِي الْمُصَنِّفَ: ” وَبِهِ أَقُولُ “
وَقَالَ الطريثيتي : وبه أقول
وَقَالَ شيخنا السلفي : وبه أقول
Abu Muhammad berkata: Aku mendengar ayahku (Abu Haatim Ar-Raaziy) dan Abu Zur’ah memerintahkan untuk memboikot ahluz-zaigh wal-bida’ (orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dan pelaku bid’ah). Mereka (Abu Haatim dan Abu Zur’ah) bersikap sangat keras dalam hal tersebut. Mereka mengingkari penulisan kitab-kitab hanya berdasarkan pendapat semata tanpa berdasarkan atsar-atsar. Mereka melarang bermajelis dengan ahlul-kalam dan berdebat tentang kitab-kitab ahli kalam. Mereka berkata: ‘Tidak beruntung shaahibul-kalaam selamanya’.
Abu Muhammad berkata: “Dan inilah yang aku katakan (yaitu, berkeyakinan sebagaimana dikatakan oleh Abu Haatim dan Abu Zur’ah – Abul-Jauza’)”.
Abu ‘Aliy bin Hubaisy Al-Muqri’ berkata: “Dan inilah yang aku katakan”.
Syaikh kami, yaitu Ibnul-Mudhaffar, berkata: “Dan inilah yang aku katakan”.
Syaikh kami, yaitu penulis (Al-Laalikaa’iy), berkata: “Dan inilah yang aku katakan”.
Ath-Thuraitsitiy berkata : “Dan inilah yang aku katakan”.
Syaikh kami, As-Silafiy, berkata : “Dan inilah yang aku katakan”
[Syarh Ushuuli I’tiqaad Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah, 1/176-180 no. 321-322, tahqiq : Dr. Ahmad bin Sa’d bin Hamdaan].
Sanad riwayat ini shahih, para perawinya tsiqaat:
- Muhammad bin Al-Mudhaffar bin ’Aliy bin Harb, Abu Bakr Al-Muqri’ Ad-Diinawariy; seorang syaikh yang shaalih, mempunyai keutamaan, lagi shaduuq. Wafat 415 H [Taariikh Baghdaad, 4/430 no. 1624, tahqiq: Dr. Basyaar ’Awwaad Ma’ruuf; Daarul-Gharb, Cet. 1/1422 H].
- Al-Husain bin Muhammad bin Habsy, Abu ’Aliy Ad-Diinawariy Al-Muqri’; seorang yang tsiqah lagi ma’muun [lihat: Taariikh Islaamiy oleh Adz-Dzahabiy, 26/538-539, tahqiq: Dr. ’Umar bin ’Abdis-Salaam At-Tadmuriy; Daarul-Kitaab Al-’Arabiy, Cet. 1/1409 H].
- Abu Muhammad ‘Abdurrahmaan bin Abi Haatim; ia adalah anak dari Abu Haatim Ar-Raaziy, seorang imam yang tidak perlu ditanyakan lagi.
Inilah aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah yang telah menjadi kesepakatan para ulama kita semenjak dulu. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kita petunjuk dan kekokohan dalam menitinya.
Semoga ada manfaatnya, wallaahu a’lam bish-shawwaab.[]