Alhamdulillah, kita bersyukur dan memuji Allah ta’ala dengan pujian yang mana lisan kita selalu memuji-Nya, selanjutnya sholawat dan salam bagi Rasulullah Muhammad bin Abdillah, kepada keluarganya, sahabatnya dan yang mengikuti sunnah mereka hingga akhir zaman. Amma ba’du:
Islam adalah agama yang Allah ‘Azza wa Jalla ridhai. Di antara bentuk keridhaan-Nya adalah menjaga agama Islam ini dari kepunahan dan kerusakan. Satu di antara bentuk penjagaan itu ialah dengan memunculkan para ulama sebagai penerus dan pewaris Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam rangka menyampaikan risalah suci kepada manusia, membela dan mempertahankannya dari gangguan ‘tangan-tangan’ musuh Islam dan muslimin, yang tidak senang dengan langgengnya kemurnian Islam, baik dari orang-orang kafir, kaum munafik, ahli bid‘ah atau siapa saja yang serupa dan mengikuti jejak mereka.
Banyak sekali ulama Islam yang muncul setelah masa kenabian, dan salah satunya adalah yang ingin kami hadirkan ke hadapan para pembaca guna mengambil pelajaran dan ibrah dari perjalanan hidupnya. Dia adalah salah satu dari empat imam dari generasi ketiga yang tentu tidak asing lagi di telinga kita yakni Imam Malik rahimahullah.
la adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir Al-Ashbahi Al-Himyari Al-Madani. Ibunya bernama Wliyah binti Syuraik Al-Azdiyah.
la terlahir di kota Madinah pada tahun 93 H. Tahun itu kaum muslimin berkabung karena wafatnya Anas bin Malik An-Najjari Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu.
Imam Darul Hijrah adalah gelar yang disandangnya, dengan kun-yah Abu Abdillah.
Pada masa pertumbuhannya, Malik bin Anas hidup dalam lingkungan yang terjaga, penuh suasana bahagia dan keindahan. Ia mulai menuntut ilmu pada usianya yang belia. Ketika masih berusia belasan tahun, beliau sudah menimba ilmu dari ulama generasi tabi’in yang masih ada saat itu seperti Nafi’ maula Ibnu Umar, Sa’id Al-Maqburi, ‘Amir bin Abdullah bin Az-Zubair bin al-Awwam, Muhammad bin Al-Munkadir, Az-Zuhri, Abdullah bin Dinar, Ayub As-Sikhtiyani, Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq, Humaid Ath-Thawil, Rabi’ah Ar-Ra’y, Zaid bin Aslam, Salamah bin Dinar, Shalih bin Kaisan, Abu Zinad Abdullah bin Dzakwan, Wtha’ Al-Khurasani, Hisyam bin Urwah, Yahya bin Sa’id Al-Anshari dan masih banyak lagi yang lainnya dari generasi tabi’in. Begitu pula ia mengambil ilmu dari teman-teman seangkatannya dari para atba’ tabi’in yang sama-sama menuntut ilmu. Sehingga bila dihitung jumlah semua orang yang pernah ia ambil ilmunya adalah sekitar 1.400 orang.
Begitu banyak guru yang mengajarnya, sehingga tidaklah mengherankan bila kemudian ia menjadi sosok seorang alim sejati yang pada usia dua puluh satu tahun sudah bisa berfatwa. Usia yang masih relatif muda untuk ukuran seorang alim pada zamannya. Bahkan ia menjadi seorang imam dalam bidang hadits di kota kelahirannya, Madinah, kota Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; kota tempat kaum muslimin berhijrah pada awal perjuangan Islam. Karena itulah ia digelari dengan Imam Darul Hijrah. Selain sebagai seorang ahli dalam bidang hadits, ia juga adalah seorang yang fakih di masanya. Ijtihad dan pendapat-pendapatnya kemudian dijadikan pegangan oleh banyak kaum muslimin dan dijadikan sebagai suatu mazhab yang dianut sampai saat ini.
Ibnu Uyainah rahimahullah juga berkata, “Malik adalah alimnya penduduk Hijaz, dan ia adalah hujjah di zamannya.” Imam Asy-Syafi’i rahimahullah -murid imam Malik-menyambungnya seraya berkata, “Hal itu benar, dan bila ulama disebut-sebut, maka Malik-lah bintangnya.” Dalam riwayat yang lain beliau mengatakan, “Bila hadits disebut-sebut maka Malik-lah bintangnya.”
Simak lebih lanjut biografi salah satu Imam panutan umat Islam sampai hari ini, semoga kita dapat meneladani mereka, amin..