WARGA NEGARA BAIK MELAHIRKAN PENGUASA YANG BAIK
:: Redaksi Majalah As-Sunnah ::
Pemimpin yang bersih, jujur, amanah, cerdas, tegas, bersahaja, merakyat dan lain sebagainya tentu menjadi dambaan semua orang yang mengharapkan masa depan yang baik. Ini sudah pasti, namun untuk mewujudkannya bukan hal mudah. Islam sangat menghargai pemimpin yang adil. Pemimpin adil adalah satu diantara tujuh golongan yang mendapatkan naungan Arsy Allah di saat tidak ada naungan sama sekali dari terik sinar matahari yang panas membakar, kecuali naungan Arsy tersebut, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyebutkan bahwa di antara tujuh golongan yang mendapatkan naungan Arsy Allah عزّوجلّ di Hari Kiamat kelak adalah pemimpin yang adil.
Sampai disini, semua sepakat dan menginginkan keadilan pemimpin yang mendatangkan kebaikan untuk Negara dan rakyat yang dipimpinnya. Lalu timbul pertanyaan besar dalam hati, bagaimanakah mewujudkannya? Para Ulama Rabbani mengingatkan bahwa jika kita menginginkan pemimpin yang baik, maka kita harus memulai perbaikan itu dari diri kita dan masyarakat, sebab ada satu kaidah yang sudah baku dan terbukti dalam sejarah, “Sebagaimana keadaan kalian, begitulah keadaan pemimpin kalian.”
Sebagai insan yang beriman kepada Allah عزّوجلّ dan Rasul-Nya, kita berkewajiban mengikuti petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم karena kita yakin bahwa Allah satu-satunya Dzat Yang Memutuskan dan Pemberi taufik. Barangsiapa menyimpang dari jalan Nabi-Nya, maka tidak akan beruntung selamanya.
Apabila kita merenungi Kitabullah, niscaya kita akan dapati bahwa tiap kali berbicara tentang khilafah, tamkin (pemberian tampuk kepemimpinan atau kedudukan) dan mulk (kekuasaan), al-Qur’an selalu mengaitkan semua itu dengan Allah عزّوجلّ. Misalnya, dalam firman Allah عزّوجلّ tentang Istikhlaf (pelimpahan tugas sebagai penguasa):
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً
Dan Ingatlah ketlka Rabbmu berkata kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi,” (QS. Al-Baqarah/2:30).
Jika kita perhatian kesamaan muatan ayat di atas dan ayat-ayat lainnya, kita dapati bahwa Allahlah yang menetapkan kekuasaan bagi siapa saja yang Dia kehendaki, sebagaimana firman-Nya :
وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ
Dan Allah memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Baqarah/2:247).
Karakter seorang pemimpin sangat berkaitan erat dengan karakter para rakyatnya, jika rakyat baik maka pemimpin juga baik, begitu juga sebaliknya. Oleh karenanya, al-Hasan al-Basri رحمه الله ketika mendapati ada sebagian masyarakat yang hendak memberontak dan melawan kebengisan al-Hajjaj bin Yusuf yang telah membunuh ratusan ribu kaum Muslimin, Beliau رحمه الله mengatakan bahwa al-Hajjaj adalah hukuman dari Allah atas mereka. Lalu Beliau رحمه الله mengatakan, “Janganlah kalian merespon hukuman Allah ini dengan pedang! Namun sambutlah hukuman ini dengan bertaubat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya! Bertaubatlah kalian, niscaya kalian akan terpelihara darinya!” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam al-Uqubat, no. 52 dengan sanad shahih dan dalam satu riwayat dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad, 7/164 dan dalam kitab Jumal min Ansabil Asyraf, Biladzri (7/394) dengan sanad yang shahih).
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah رحمه الله menyampaikan sebuah pesan yang sangat menyentuh, seakan belum pernah ada pesan ahli ilmu yang lebih menyentuh dari itu. Beliau رحمه الله mengatakan, “Renungilah hikmah Allah عزّوجلّ yang telah memilih para raja, penguasa dan pelindung umat manusia berdasarkan perbuatan rakyatnya, bahkan seakan perbuatan rakyat tergambar dalam perilaku pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat istiqamah dan lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun jika rakyat berbuat zhalim, maka penguasa mereka juga akan berbuat zhalim. Jika tindakan penipuan telah merata di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula pemimpin mereka. Jika rakyat bakhil dan tidak menunaikan apa yang menjadi hak-hak Allah عزّوجلّ yang ada pada mereka, maka para pemimpin juga akan bakhil dan tidak menunaikan hak-hak rakyat yang ada pada mereka. Jika dalam bermuamalah, rakyat mengambil sesuatu yang bukan haknya dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka juga akan mengambil sesuatu yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan berbagai beban tugas yang berat. Semua yang diambil oleh rakyat dari orang-orang lemah, maka akan diambil paksa oleh para pemimpin dari mereka. Jadi (karakter) para penguasa itu tampak jelas pada perilaku rakyatnya.
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari nasehat para Ulama rabbani ini dalam mewujudkan pemimpin yang kita harapkan.[]
Disalin dari ‘Tajuk’ Majalah As-Sunnah, No.06 Thn XVIII_Dzulhijjah 1435H/ Oktober 2014M.
Download: