الحمد لله رب العالمين. وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أَمَّا بَعْدُ:
Pada kesempatan yang telah lalu telah kita sampaikan pengantar ilmu kaidah fiqih dan didalamnya disebutkan salah satu kaidah fiqih yang besar adalah:
العَادَةُ مُـحَكَّمَةٌ
“Adat bisa dijadikan acuan hukum.”
Kaidah ini termasuk kaidah besar dalam fiqh (qawaid fiqhiyah kubro). Kaidah ini mencakup berbagai aspek dalam syariat: baik muamalat, penunaikan hak, dan yang lain.
Syari’at Islam dalam menyebutkan hukum terbagi dua; Pertama: Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah menentukan hukum sesuatu secara jelas, baik wajib, sunat, haram, makruh, ataupun mubah, juga telah dijelaskan batasan dan rinciannya, maka kewajiban kita adalah berpegangan dengan rincian dari Allah Azza wa Jalla sebagai penentu syariat ini, Kedua: Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah mensyariatkan sesuatu, sementara batasan dan penjelasan detailnya tidak disebutkan secara tegas, maka dalam masalah seperti ini, al-’urf (adat) dan kebiasan yang telah populer di tengah-tengah masyarakat bisa dijadikan pedoman untuk menentukan batasan dan rincian perkara tersebut.