PENGANTAR
Sebelumnya di blog ini (www.ibnumajjah.wordpress.com), telah kami posting sebuah ebook Dha’if Riyadhus Shalihin atas karya imam Nawawi tersebut, mungkin ada yang bertanya mengapa dalam karya seorang ulama besar dan paham hadits ada hadits dha’if, akan hal tersebut kami kutip penjelasan ahli hadits zaman ini Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Kitab Iqtidha ‘Al ‘ilm al ‘Amal karya Al Khatib Baghdadi yang ditahqiq oleh beliau, setelah menjelaskan biografi Al-Khatib al-Baghdadi (lihat di http://ahlulhadiits.wordpress.com/) beliau (Albani) berkata sebagai berikut:
PENJELASAN PENTAHQIQ[1]
Barangkali ada orang yang iseng mempertanyakan: Jika memang penulis memiliki kedudukan sedemikian tinggi dalam mengetahui ke-shahih-an dan kejelekan sebuah hadits, lalu mengapa di dalam kitab ini —juga di dalam kitab-kitab penulis yang lain— banyak kita jumpai hadits-hadits yang lemah?
Jawabnya: Sudah menjadi kaidah umum di kalangan ulama hadits bahwa ketika seorang muhaddits melansir suatu hadits lengkap dengan sanad-nya, maka ia telah lepas konsekuensi dari hadits tersebut dan ia pun tidak bertanggung jawab atas periwayatannya, selama ia juga menyertakan sarana yang memungkinkan seorang alim bisa mengetahui apakah hadits yang dilansirnya tersebut shahih atau tidak, yaitu isnad.
Memang, akan lebih baik jika mereka menyertakan penjelasan tingkat ke-shahih-an atau ke-dha’if-an pada setiap hadits (yang mereka lansir). Akan tetapi kenyataan membuktikan bahwa hal itu tidak mungkin bisa ditangani oleh mereka satu-persatu, juga pada keseluruhan hadits, mengingat begitu banyak alasan yang tidak mungkin kami sebutkan semuanya di sini melainkan yang terpenting saja.
Yaitu, bahwa banyak sekali hadits yang tidak bisa diketahui kejelasan status shahih atau dha’if-nya kecuali dengan cara mengumpulkan berbagai jalur periwayatan dan sanad, sebab hal itu akan membantu mengetahui kecacatan suatu hadits dan unsur-unsur ke-shahih-annya.
Jika semua ahli hadits harus terlibat dalam penelitian dan pemilahan hadits antara yang shahih dan yang dha’if tentu mereka —wallahu a ‘lam— tidak akan mampu melestarikan warisan kekayaan besar berupa hadits dan sanad ini.
Karena itulah, mayoritas kalangan mereka hanya memusatkan perhatian pada periwayatan, sementara yang lain berkecimpung dalam kritik dan penelitian, dengan tetap menghafal dan meriwayatkan. Namun, kalangan terakhir ini sangat minim.
Allah سبحانه و تعالي berfirman:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebajikan…” (Qs. Al Baqarah (2): 148)
Mengingat kebanyakan orang sekarang tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang sanad-sanad dan perawi-perawi, juga antara hadits yang shahih dan yang dha’if, maka kami pun memandang perlu untuk memberikan komentar sebagai penjelasan atas kitab juga yang lainnya, sekedar menjelaskan status hadits sambil terkadang membicarakan beberapa perawinya.
Komentar-komentar yang bertanda “Z” adalah kontribusi Ustadz Zuhair Asy-Syawisy yang berkenan mempromotori penerbitan kitab ini sekaligus membolak-balik halamannya dan memberi daftar isi. Jazaahullaahu al khaira.
Terakhir, saya memohon kepada Allah semoga kitab ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan mengilhami kita untuk melaksanakan ilmu yang sudah kita ketahui. Sesungguhnya Dia adalah empu pemilik taufik dan pertolongan, innahu waliyyut-taufiiq.
Baca offline, download Hadits Dha’if Dalam Buah Karya Para Ulama
[1] Dikutip dari Ilmu dan Amal oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, tahqiq Al-Albani yang diterbitkan Najla Press hal.15