Hukum Bejana
Alhamdulillah. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Pada asalnya hukum bejana adalah halal dan mubah, oleh karena itu semua bejana baik dari besi, tembaga, kuningan dan lain-lainnya halal dan mubah digunakan kecuali yang Allâh ‘Azza wa Jalla larang. Ada bejana yang diharamkan oleh Allâh ‘Azza wa Jalla penggunaannya untuk makan dan minum yaitu bejana yang terbuat dari emas dan perak. Disebutkan dalam hadits Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu, Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تَشْرَبُوْا فِيْ آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلاَ تَأْكُلُوْا فِيْ صِحَافِهِمَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الآخِرَةِ
“Janganlah kamu minum dengan gelas (yang terbuat) dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan pada piring yang terbuat dari emas dan perak, karena sesungguhnya yang seperti itu adalah untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan buat kamu di akhirat.” (Muttafaq ‘alaihi)
Hadits yang mulia ini menunjukkan larangan menggunakan bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum. Para Ulama sepakat dalam mengharamkan makan dan minum menggunakan bejana emas dan perak, berdasarkan hadits ini, sedangkan untuk selain makan dan minum masih diperselisihkan oleh para Ulama pengharamannya, silahkan baca ebook selengkapnya, semoga bermanfaat….
Wudhu’: Defenisi, Dalil dan Keutamaannya
Nama Ebook: Wudhu’: Defenisi, Dalil dan Keutamaannya
Penulis : Syaikh Fahd bin Abdurrahman asy-Syuwayyib
الحمد لله رب العالمين. وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أَمَّا بَعْدُ:
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki (QS. al-Maidah/5:6)
Wudhu’ secara bahasa, bila dibaca dengan dlammah wudhuu’u (الوُضُوء) artinya adalah pekerjaan wudhu’, atau mengambil air wudhu. Bila dengan fath-hah wadhuu’u (الوَضُوء) artinya adalah air wudhu’, dan juga wudhu’ itu adalah mashdar dan terkadang yang dimaksudkan dari keduanya ialah air wudhu’. Dikatakan “tawadla’tu lishaalati” (تَوَضَّأْتُ لِلصَّلَاةِ) artinya “aku berwudhu untuk shalat”.
Secara syari’at arti wudhu’ ialah menggunakan air yang suci untuk mencuci anggota-anggota tertentu yang sudah diterangkan dan disyariatkan Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذَا تَوَضَّأَ العَبْدُ الـمُسْلِمُ أَو الـمُؤمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنِهِ مَعَ الـمَاءِ أَو مَعَ آخِرِ قَطْرِ الـمَاءِ فإذا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِن يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الـمَاءِ أو مَعَ آخِرِ قَطْرِ الـمَاءِ فإذا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلَاهُ مَعَ الـمَاءِ أو مَعَ آخِرِ قَطْرِ الـمَاءِ حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيَّا مِنَ الذُّنُوبِ
Apabila seorang hamba muslim, atau hamba mukmin berwudhu maka (ketika) ia membasuh mukanya, keluarlah setiap dosa pandangan yang dilakukan matanya dari wajahnya bersama air atau bersama tetes air yang terakhir; Maka ketika ia mencuci kedua tangannya keluarlah setiap dosa yang telah dianiaya tangannya dari keduanya bersama air atau tetes air yang terakhir; Maka ketika ia mencuci kedua kakinya, keluarlah setiap dosa yang dilangkahkan kakinya bersama air atau tetes air terakhir sehingga ia keluar dalam keadaan bersih dari dosa.
Silahkan membaca eBook ini dengan mendownloadnya, semoga bermanfaat dan dapat memotivasi kita semakin dekat kepada Allah Ta’ala, amin…