Asal Dan Hikmah Pensyariatan Kurban Serta Hukum Kurban
Oleh: Dr. Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
Kurban disyariatkan berdasarkan dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’.
Dari Al-Qur’an adalah firman Allah Ta’ala:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah” [QS: 108. Al-Kausar : 2]
Ibnu Katsir رحمه الله dan selainnya berkata, “Yang benar bahwa yang dimaksud dengan an-nadr adalah menyembelih kurban, yaitu menyembelih unta dan sejenisnya”
Sedangkan dari sunnah adalah perbuatan Nabi صلی الله عليه وسلم yang diriwayatkan oleh Anas رضي الله عنه
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ
“Bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم berkurban dengan dua ekor kibas berwarna putih agak kehitam-hitaman yang bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, seraya menyebut asma Allah dan bertakbir (bismillahi Allahu akbar)” [HR. Mulim]
Demikian juga hadits dari Al-Barra bin Azib رضي الله عنه, beliau berkata :
Yang artinya: “Rasulullah صلی الله عليه وسلم berkhutbah kepada kami di hari raya kurban, lalu beliau berkata, ‘Janganlah seorang pun (dari kalian) menyembelih sampai di selesai shalat’. Seseorang berkata, ‘Aku memiliki inaq laban, ia lebih baik dari dua ekor kambing pedaging’. Beliau berkata, ‘Silahkan disembelih dan tidak sah jadz’ah dari seorang setelahmu” [HR. Bukhari Muslim].
Dan dari ijma’ adalah apa yang telah menjadi ketetapan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin dari zaman Nabi صلی الله عليه وسلم sampai sekarang tentang pensyari’atan kurban, dan tidak ada satu nukilan dari seorang pun yang menyelisihi hal itu. Dan sandaran ijma’ tersebut adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ibnu Qudamah رحمه الله mengatakan dalam Al-Mughni, ‘Kaum muslimin telah sepakat tentang pensyariatan kurban.
Sedangkan Ibnu Hajar رحمه الله mengatakan, “Dan tidak ada perselisihan pendapat bahwa kurban itu termasuk syi’ar-syi’ar agama.
Hikmah Pensyariatan Kurban
Allah سبحانه و تعالى mensyariatkan kurban untuk mewujudkan hikmah-hikmah berikut:
1. Mencontoh bapak kita Nabi Ibrahim “عليه السلام yang diperintahkan agar menyembelih buah hatinya (anaknya), lalau ia meyakini kebenaran mimpinya dan melaksanakannya serta membaringkan anaknya di atas pelipisnya, maka Allah memanggilnmya dan menggantikannya dengan sembelihan yang besar. Mahabenar Allah Yang Mahaagung, ketika berfirman:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ. فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ. وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاء الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya); dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” [QS: 037. Ash Shaaffat : 102-107].
2. Mencukupkan orang lain di hari ‘Id, karena ketika seorang muslim menyembelih kurbannya, maka ia telah mencukupi diri dan keluarganya, dan ketika ia menghadiahkan sebagiannya untuk teman dan tetangga dan kerabatnya, maka dia telah mencukupi mereka, serta ketika ia bershadaqah dengan sebagiannya kepada para fakir miskin dan orang yang membtuhkannya, maka ia telah mencukupi mereka dari meminta-minta pada hari yang menjadi hari bahagia dan senang tersebut.
Hukum Berkurban
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum kurban menjadi beberapa pendapat, yang paling masyhur ada dua pendapat, yaitu:
Pendapat Pertama:
Hukum kurban adalah sunnah mu’akkadah, pelakunya mendapat pahala dan yang meninggalkannya tidak berdosa. Inilah pendapat mayoritas ulama salaf dan yang setelah mereka.
Pendapat Kedua:
Hukum kurban adalah wajib secara syar’i atas muslim yang mampu dan tidak musafir, dan berdosa jika tidak berkurban. Inilah pendapat Abu Hanifah رحمه الله dan selainnya dari para ulama.
Setiap pendapat ini berdalil dengan dalil yang telah dipaparkan dalam kitab-kitab madzhab. Pendapat yang menenangkan jiwa dan didukung dengan dalil-dalil kuat dalam pandangan saya bahwa hukum kurban adalah sunnah mu’akkadah, tidak wajib.
Ibnu Hazm رحمه الله berkata, “Kurban hukumnya sunnah hasanah, tidak wajib. Barangsiapa meninggalkannya tanpa kebencian terhadapnya, maka tidaklah berdosa.
Sedangkan Imam An-Nawawi رحمه الله mengatakan, “Para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban kurban atas orang yang mampu. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa kurban itu sunnah bagi orang yang mampu, jika tidak melakukannya tanpa udzur, maka ia tidak berdosa dan tidak harus mengqadha’nya. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kurban itu wajib atas orang yang mampu.
Tulisan Terkait:
Tuntunan BerQurban